Minggu, 23 Juni 2013

Teori tentang peningkatan suhu pada anak dengan imunisasi DPTHB


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Konsep Dasar
2.1.1           Pengertian
       Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat,2008).
Imunisasi adalah proses merangsang sistem kekebalan dengan cara memasukkan (dengan disuntik atau diminumkan) virus atau bakteri hidup yang dilemahkan, virus atau bakteri hidup yang dibunuh, bagian-bagian tubuh dari bakteri atau virus atau racun dari bakteri yang sudah dimodifikasi. Pada prinsipnya imunisasi merupakan pemberian virus dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan) (Marimbi,2010).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Supartini,2004).
Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalu suntikan (misalnya BCG, DPT, dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Hidayat,2008).

       Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus (Marimbi, 2010). DPT/DT merupakan vaksin yang mengandung tiga elemen yaitu toksoid corynebacterium diptheriae (difteri), bakteri bordetella pertusis, dan toksoid clostridium tetani (tetanus).
1.      Toksoid difteri
       Toksoid difteri adalah preparat toksin difteri yang diinaktifkan pada formaldehid dan di absorbsi pada garam aluminium untuk menaikkan antigenesitasnya. Toksoid ini melindungi tubuh terhadap kerja toksin. Orang yang telah diimunisasi dapat terinfeksi strain difteri penghasil toksin tanpa mengalami manifestasi difteri sistemik. Toksoid difteri hampir selalu duberikan bersamaan dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis sebagai bagian dari vaksin DPT pada seri imunisasi primer. Toksoid difteri juga tersedia sebagai komponen dari vaksin kombinasi lain atau sebagai vaksin monovalen. Vaksin DPT mengandung 10-20 lf toksoid difteri per dosis dengan potensi toksoid difteri sekitar 30 IU per dosis. Vaksin kombinasi difteri-tetanus ada dua sediaan, yaitu DT dengan 10-30 lf per dosis untuk anak berumur 7 tahun atau kurangdan dT dengan kadar toksoid difteri yang lebih rendah (2-5 lf per dosis) untuk anak lebih tua dan orang dewasa karena adanya hipereaktivitas terhadap toksoid difteri pada orang-orang yang telah tersensitisasi antigen. DT diberikan pada anak yang mempunyai kontraindikasi terhadap vaksin pertusis, sedangkan dT digunakan di negara-negara yang pemberian booster toksoid ini direkomendasikan seumur hidup.
2.      Toksoid tetanus
       Preparat toksin tetanus yang diinaktifkan dengan formaldehid dan di absorbsi pada garam aluminium untuk menaikkan antigenesitasnya. TT merangsang pembentukan antitoksin untuk menetralkan toksin tetanus. Antitoksin yang melewati plasenta ke janin pasca imunisasi aktif pada ibu dapat mencegah kejadian tetanus neonatorum.
3.      Vaksin pertusis
Vaksin pertusis ada dua jenis yaitu :
a)      Vaksin seluruh sel
       Vaksin seluruh sel adalah vaksin yang mengandung seluruh bakteri pertusis yang dimatikan dengan bahan kimia atau panas. Vaksin seluruh sel sering mengakibatkan reaksi lokal dan demam. Kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi neurologis seperti ensefalopati, kejang dan episode hipotonik  hiporesponsif, serta menangis dan menjerit berkepanjangan  lebih dari 3 jam.
b)      vaksin aseluler.
       Vaksin aseluler mengandung protein antigen pertusis murni yang diekstraksi dari bakteri. Biasanya vaksin ini merupakan kombinasi dari antigen-antigen toksoid pertusis (toksin pertusis yang telah rusak toksisitasnya), hemaglutinin filamentoosa, aglutinogen, dan protein membran luar seperti fimbrie. Kejadian efek samping lokal maupun sistemik dua sampai empat kali lebih jarang dengan vaksin aseluler ini bila dibandingkan dengan vaksin pertusis seluruh sel. Keparahan efek samping juga jauh lebih ringan dengan vaksin aseluler ini. Derajat proteksi vaksin aseluler dipengaruhi oleh kombinasi antigen yang digunakan, vaksin dengan antigen multipel mempunyai kemampuan proteksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan vaksin yang hanya terdiri dari antigen hemaglutinin filamentosa.
 (Wahab,2002)
b                      b.   Tujuan Imunisasi
1.   Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Marimbi, 2010).
2.  Tujuan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah denhan imunisasi (Hidayat, 2007)
3.     Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, ditempuh dengan cara pemberian infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun apabila terjangkit penyakit tersebut, anak tidak sakit karena tubuh cepat membentuk antibodi dan mematikan atigen yang masuk tersebut (Muslihatun, 2010).
c.                       c. Peyakit yang dapat dicegah dengan imunisai DPT
1.      Difteri
Difteri ialah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium diptheriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan tanda khas berupa pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal. Gejala demam tinggi, Pembengkakan pada amandel (tonsil). Racun difteri dapat merusak otot jantung. Penularan umumnya melalui udara (batuk/bersin) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif (Marimbi, 2010).
2.      Pertusis (Batuk rejan)
Batuk rejan merupakan infeksi bakteri yang disebabka Bordetella pertusis. Penyakit ini merupakan penyakit berbahaya pada bayi yang masih sangat kecil, dan sangat mengganggu pada semua usia. Bayi yang menderita pertusis batuknya tidak berbunyi keras, namun batuk terjadi proksimal dan berhubungan dengan muntah. Spasme berat dapat menyebabkan ruptur kapiler atau hipoksia yang menimbulkan kejang. Pada anak yang telah diimunisasi, penyakit ini cenderung ringan, tidak ada bunyi batuk yang keras (Meadow, 2003).
Penyakit pertusis atau dikenal dengan batuk seratus hari  gejalanya khas yaitu batuk yang terus-menerus dan sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak (Marimbi, 2010)
3.      Tetanus
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhu sistem urat syaraf dan otot.  Infeksi tetanus disebabkan bakteri Clostridium Tetani yang memproduksi toksin tetanospasmin. Tetanospasmin menempel di area sekitar luka dan dibawa darah ke sistem saraf otak dan saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan urat saraf, terutama saraf yang mengirim pesan ke otot. Neonatal tetanus umunya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan ditempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusat terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkian kematian pada bayi dan banyak terjadi dinegara berkembang.
Infeksi tetanus terjadi karena luka terpotong, terbakar, aborsi, narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frostbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat bakteri tetanus berkembang biak.
       Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala mulai timbul di hari ketujuh. Gejala neonatal tetanus mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan benar, penderita tetanus dapat disembuhkan. Penyembuhan tetanus umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian vaksinasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi tetanus terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, dengan vaksin TT (Tetanus Toxoid). Dianjurkan imunisasi tetanus setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Wanita hamil sebaiknya mendapat imunisasi tetanus dan melahirkan di tempat bersih dan steril.
(Marimbi, 2010)
d.                     d.  Jadwal Pemberian Imunisasi DPT
Jadwal pemberian imunisasi DPT adalah diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan, dengan interval 4-6 minggu yaitu :
1.      DPT-1 umur 2 bulan
2.      DPT-2 umur 3 bulan
3.      DPT-3 umur 4 bulan
4.      DPT ulangan (DPT-4) di berikan setelah 1 tahun dari DPT-3 yaitu umur 18-24 bulan.
5.      DPT-5 diberikan pada saat anak masuk sekuolah (umur 5 tahun)
6.      DT-6 diberikan pada saat anak berumur 12 tahun pada bulan imunisasi anak sekolah.
(Muslihatun,2010)
Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil (Marimbi, 2010) 
e.                   e.  Cara Pemberian dan Sifat Vaksin DPT
       Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen (Depkes RI, 2005). Pemberian dengan cara intra musculer 0,5 ml, suntikan diberikan pada paha tengah luar. Vaksin DPT sensitif terhadap beku (freeze sensitive) yaitu vaksin akan rusak bila terpapar atau terkena suhu dingin atau suhu pembekuan (Iswandi,2008).
f.            f.   Kontaindikasi Vaksin DPT
       Kontraindikasi vaksin pertusis antara lain riwayat analfilaksis dan ensefalopati sesudah pemberian vaksi pertusis sebelumnya. Precaution, pada beberapa kasus, diantaranya riwayat hiperpireksia, menangis terus menerus selama 3 jam dan kejang dalam 3 hari paska penyuntikan pertusis sebelumnya. Riwayat kejang, reaksi KIPI, alergi vaksin pada keluarga bukan merupakam kontraindikasi, tetapi harap dipertimbangkan   keuntungan dan resiko pemberian vaksin pertusis (Muslihatun, 2010). 
       Perhatian khusus demam > 40,5oC dalam 48 jam pasca imunisasi DPT sebelumnya, yang tidak berhubungan dengan penyebab lain, kolaps dan keadaan seperti syok dalam 48 jam pasca DPT sebelumnya, kejang dalam 3 hari pasca DPT sebelumnya, menangis terus > pasca DPT sebelumnya, sindrom Guillain-Barre dalam 6 minggu pasca vaksinasi (Kepmenkes, 2005).
g.                       g. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.
Efek Samping Imunisasi DPT yaitu :
1.      Difteri umumnya demam dalam dalam 24-48 jam, sakit, kemerahan dan bengkak pada daerah injeksi, rewel, mengantuk, serta anoreksia.
2.      Tetanus sama seperti difteri ditambah urtikaria dan malaise, adanya benjolan pada daerah injeksi.
3.      Pertusis sama seperti tetanus, namun dapat terjadi kehilangan kesadaran, kejang, demam (suhu di atas 40oC) dan reaksi alergi sistemik.
(Wong, 2003)
Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT (Marimbi, 2010).
Reaksi vaksin, interval kejadian dan rasio KIPI :
1.      Menangis mejerit berkepanjangan > 3 jam (interval 0-24 jam, rasio 1000-6000/juta dosis)
2.      Kejang demam (interval 0-3 hari, rasio 570/juta dosis)
3.      Episode hipotonik hiporesponsif (interval 0-24 jam, rasio 570/juta dosis)
4.      Analfilaktik (interval 0-4 jam, rasio 20/juta dosis)
5.      Ensefalopati (interval 0-3 hari, rasio 0-1/juta dosis)
(Kepmenkes, 2005)
h.                       h. Penanganan Efek Samping imunisasi DPT
1.      Demam dapat diatasi dengan obat penurun panas
2.  Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi seperti demam >40oC, kejang, syok imunisasi selanjutnya diganti dengan DpaT.
3.      Memberi ASI lebih banyak
4.      Tidak  memakai pakaian terlalu banyak.
5.      Jika demam tinggi setelah dua hari, segera bawa ke dokter
6.      Mengompres tempat suntikan
(Marimbi,2010).
i.                          i. Sistem Kekebalan
Sistem kekebalan adalah suatu sistem yang rumit dari interaksi sel dimana tujuan utamanya adalah mengenali adanya antigen. Antigen dapat berupa virus atau bakteri yang hidup atau yang sudah diinaktifkan. Perlindungan terhadap antigen oleh sistem kekebalan tubuh disebut juga respon imun yaitu melalui produksi antibodi (imunoglobulin). Respon imun yang palinh efektif dihasilkan dari antigen hidup, tetapi untuk menghasilkan suatu respon imun tidak harus diperlukan suatu antigen yang hidup, seperti infeksi alamiah, beberapa protein HbsAg dengan mudah dikenali oleh sistem kekebalan. Perlindungan terhadap penyakit infeksi dihubungkan dengan suatu kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif.
1)      Kekebalan pasif
       Kekebalan pasif adalah perlindungan yang diberikan oleh zat-zat yang dihasilkan hewan atau manusia yang diberikan kepada orang lain, biasanya melalui suntikan.kekebalan pasif memberikan perlindungan terhadap beberapa infeksi tetapi bersifat sementara. Kadar antibodi akan berkurang setelah beberapa minggu atau bulan, dan penerima tidak lagi kebal terhadap penyakit tersebut.
Bentuk yang paling umum dari kekebalan pasif adalah bayi yang menerima kekebalan dari ibunya. Antibodi ini akan melindungi bayi dari penyakit tertentu sampai bayi berusia 1 bulan sampai 1 tahun. Perlindungan maternal ini lebih baik pada penyakit campak, rubella, dan tetanus daripada terhadap polio dan pertusis.
2)      Kekebalan Aktif
       Kekebalan aktif terjadi sebagai akibat stimulasi sistem imunologi yang menghasilkan antigen spesifik humoral (antibodi) dan kekebalan selular. Tidak seperti kekebalan pasif, kekebalan aktif biasanya dapat bertahan untuk beberapa tahun dan sering sampai seumur hidup.
Salah satu cara untuk mendapatkan kekebalan aktif adalah bila seseorang menderita suatu penyakit. Secara umum dapat dikatakan setelah seseorang sembuh dari suatu penyakit mereka menjadi kebal terhadap penyakit tersebut sampai seumur hidup. Perlindungan yang menetap untuk beberapa tahun sesudah infeksi dikenal sebagai memori kekebalan. Setelah adanyapaparan antigen terhadap sistem kekebalan, sel limfosi (sel limfosit B memori) beredar dalam darah dan juga menetap dalam sum-sum tulang selama beberapa tahun. Apabila terpapar lagi dengan antigen yang sama, maka sel itu akan memperbanyak diri dan menghasilkan antibodi dengan  sangat cepat untuk memberikan perlindungan terehadap penyakit tersebut.
Cara lain untuk menghasilkan kekebalan aktif adalah melalui imunisasi. Vaksin akan berinteraksi dengan sistem kekebalan untuk menghasilkan respon imun yang setara dengan yang dihasilkan setelah seseorang menderita penyakit secara alami, tetapi tidak menyebabkan orang tersebut sakit atau mengalami komplikasi. Vaksin menghasilkan memori kekebalan yang sama apabila mendereita penyakit tersebut.
j.                        j.    Klasifikasi Vaksin
            Terdapat beberapa jenis vaksin yaitu :
1)      Vaksin live Attenuated
Vaksin dibuat dengan memodifikasi virus atau bakteri penyakit di laboratorium. Virus atau bakteri tersebut dari vaksin tersebut akan terus memperbanyak diri dan menghasilkan kekebalan, namun tanpa menyebabkan orang tersebut sakit. Vaksin hidup derivat dari virus liar (wild) yang kemudian dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan cara kultur ulang.
Untuk menghasilkan reaksi kekebalan, vaksin live attenuated harus dapat berkembang biak dalam tubuh orang yang diimunisasi. Dosis relatif kecil daripada virus atau bakteri yang diberikan, kemudian berkembang biak di dalam tubuh sehingga cukup untuk merangsang suatu reaksi kekebalan. Meskipun vaksin live attenuated berkembang biak, mereka tidak menyebabkan penyakit seperti pada virus atau bakteri liar. Reaksi yang disebabkan vaksin hidup dapat dikatakan sama dengan yang ditimbulkanoleh infeksi alamiah. Sistem kekebalan tidak membedakan infeksi yang berasal dari vaksin hidup atau dari virus liar. Biasanya vaksin hidup cukup diberikan sebagai dosis tunggal (BCG).
 Vaksin hidup dapat menimbulkan reaksi serius dan fatal karena pertumbuhan yang tak terkendali dari virus vaksin.nIni hanya terjadi pada orang dengan defisiensi imun seperti anak yang menderita leukemia, pengobatan dengan obat tertentu (steroid jangka panjang, sitostatika) atau infeksi HIV.
Vaksin hidup yang ada sekarang berasal dari virus ialah campak, gondong (mumps), rubella, polio, yellow fever, dan cacar air (varicella), vaksi hidup yang berasal bakteri BCG.
2)      Vaksin inactived
Bisa terdiri dari seluruh atau sebagian (fraction) dari virus dan bakteri. Fraction vaksin tersebut bisa berbasiskan protein atau polisakarida. Yang termasuk vaksin berbasis protein adalah toxoid (toxin  inactivated bacteri) dan subunit (subvirion product). Hampir seluruh vaksin berbasis polisakarida terdiri dari dinding sel bakteri. Vaksin polisakarida konjugasi adalah vaksin polisakarida yang secara kimiawi berkaitan dengan protein, sehingga vaksin jadi lebih poten.
Vaksin ini dihasilkan dengan menumbuhkan bakteri atau virus pada media kultur, kemudian diinaktifkan dengan pemanasan atau secara kimiawi (pada umumnya dengan formalin). Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak bisa berkembang biak. Vaksin inaktif selalu memerlukan dosis ulang. Pada umunya dosis pertama tidak menghasilkan kekebalan, hanya rangsangan pada sistem kekebalan. Perlindungan akan timbul setelah suntikan kedua dan ketiga. Titer antibodi yang yang dihasilkan oleh vaksin inaktif akan berkurang dengan berjalannya waktu. Sehingga untuk beberapa vaksin inaktif diperlukan  dosis tambahan (ulangan) untuk menaikkan titer antibodi (booster).
Saat ini vaksin inaktif utuh berasal dari sel virus utuh (influenza, polio,rabies, hepatitis A) dan bakteri inaktif utuh (pertusis, typhoid, cholera, pes), vaksin inaktif fraksional subunit (hepatitis B, influenza, acellular pertusis, typhoid injeksi), toxoid (difteri, tetanus), polisakarida murni (pneumococcal, meningococcal, haemophilus influenza tipe B), dan polisakarida konjugasi (haemophilus influenza tipe B dan pneumococcal).
Semakin mirip suatu vaksin dengan sifat asli penyakitnya semakin baik respon imunologi yang dihasilkan oleh vaksin tersebut.
3)      Vaksin Polisakarida
Vaksin polisakarida merupakan vaksin inaktif yang unik, yang berasal dari molekul gula yang melapisi dinding bakteri. Vaksin jenis ini tersedia untuk pneumococcus, meningococcus, dan Hib. Antibodo yang ditimbulkan oleh vaksin polisakarida secara fungsional kurang aktif dibandingkan dengan antigen yang berasal dari protein.
Ini disebabkan karena antibodi yang dihasilkan vaksin polisakaarida adalah IgM, sedangkan IgG sangat kecil jumlahnya.
4)      Vaksin Rekombinan
       Vaksin juga dapat dibuat dengan rekayasa genetika, vaksin ini disebut juga vaksin rekombinan. Vaksinn rekayasa rekombinan yang tersedia saat ini ada dua macam yaitu vaksin hepatitis B dan vaksin typhoid hidup.
(Depkes RI, 2006)
2.1.2    Konsep Dasar Suhu Tubuh
a.    .          a. Pengertian Suhu Tubuh
       Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan  jumlah panas yang dihilangkan ke lingkungan luar.
b.                  b.  Pengukuran Suhu Tubuh
1.      Tempat pengukuran suhu (oral, rektal, aksila, membran timpani, arteri pulmoner, atau bahkan kandung kemih). Pengukuran suhu tubuh dilakukan untuk memperoleh suhu inti jaringan tubuh rata-rata yang representatif. Suhu normal rata-rata bervariasi bergantung lokasi pengukuran. Tempat yang menunjukkan suhu inti (rektum, membran timpani, esofagus, arteri pulmoner, kandung kemih) merupakan indikator suhu inti yang lebih dapat diandalkan daripada tempat yang suhu permukaan (kulit, aksila, dan oral). Setiap tempat pengukuran tersebut memiliki keuntungan dan kerugian.
2.      Termometer
Tiga jenis termometer yang digunakan untuk menentukan suhu tubuh yaitu air raksa kaca, elektronik dan sekali pakai. Setiap alat pengukur suhu menggunakan derajat celsius atau skala fanreinheit. Termometer elektronik membuat perawat dapat mengonversi skala dengan mengaktifkan tombol.
(Potter,2005)
3.      Cara Mengukur Suhu
a)      Suhu anus lebih tepat, dimana, lebih dekat ke suhu tubuh dalam sebenarnya pada anak. Untuk mengukur suhu anus, sebuah termometer dengan dilapisi jeli petroleum sekitar tonjolan harus dimasukkan pelan-pelan sekitar ½ sampai 1 inci (sekitar 1 ¼ sampai 2 ½ cm) ke dalam anus anak pada saat anak tengkurap. Anak harus dijaga supaya diam. Termometer harus diletakkan di tempat untuk 2 sampai 3 menit sebelum diangkat dan diambil untuk dibaca.
b)      Suhu telinga diukur dengan alat digital yang menghitung radiasi infra merah dari gendang telinga. Thermometer telinga tidak dapat dipercaya pada bayi yang usianya di bawah 3 bulan. Untuk mengukur suhu telinga, seseorang harus membuat tanda sekitar telinga terbuka dengan memeriksa termometer dan menekan tombol start. Angka digital menunjukkan suhu.
c)      Suhu mulut diukur dengan meletakkan sebuah kaca atau thermometer digital di bawah lidah anak selama 2 sampai 3 menit. suhu mulut menghasilkan hasil yang dapat dipercaya tetapi sulit dilakukan pada anak yang lebih kecil, yang umumnya tidak dapat menjaga mulutnya tertutup rapat di sekitar thermometer untuk mendapatkan hasil yang tepat.
d)     Suhu ketiak diukur dengan meletakkan sebuah kaca atau thermometer digital pada ketiak anak selama 4 sampai 5 menit. suhu ketiak setidaknya sedikit akurat karena ketiak lebih dingin dibandingkan anus, telinga, atau mulut.
c.                       c. Pengaturan Suhu Tubuh
1.      Hipotalamus yang terletak antara himesfer serebral, mengontrol suhu tubuh sebagaimana kerja termostat dalam rumah. Suhu yang nyaman adalah pada ‘set point’ dimana sistem panas beroperasi. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontrol produksi panas (Potter,2005). Pusat termoregulator hipotalamus merupkan sekelompok sarafpada area preoptik dan hipotalamus posterior yang berfungsi sebagai termostat. Termostat hipotalamus mempunyai semacam titik kontrol yang disesuaikan untuk mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu tubuh turun sampai di bawah atau naik sampai di atas titik ini, pusat akan memulai impuls untuk menehan panas atau meningkatkan pengluaran panas (Sloane, 2003).
2.      Termoreseptor perifer yang terleta di dalam kulit, mendeteksi perubahan suhu kulit dan membran mukosa tertentu serta mentransmisi informasi tersebut ke hipotalamus (Sloane, 2003).
3.      Termoreseptor sentral yang terletak diantara hipotalamus anterior, medula spinalis, organ abdomen, dan struktur internal lainnya juga mendeteksi perubahan suhu darah (Sloane, 2003).
d.                    d.   Kelainan Pengaturan Suhu Tubuh
Perubahan suhu di luar rentang normal mempengaruhi set point hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas minimal.
1.      Demam
       Demam merupakan akibat kegagalan mekanisme pengaturan suhu yang normal, mungkin akibat pengaruh antigen dari leukosit pada mekanisme tersebur (Gibson, 2002). Demam atau febris adalah keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host (Majiidsumardi, 2011).
 Hiperpireksia atau demam terjadi karena mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Tingkat ketika demam mengancam kesehatan seringkali merupakan sumber yang diperdebatkan di antara pemberi perawatan kesehatan. Demam biasanya tidak berbahaya jika berada pada suhu di bawah 39oC. Demam sebenarnya merupakan akibat dari perubahan set point hipotalamus. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen, mempengaruhi sistem imun.
       Selama demam, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen bertambah. Metabolisme meningkat 7% untuk setiap derajat kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh terhadap nutrien. Demam yang lama dapat melelahkan klien dengan menghabiskan simpanan energi. Peningkatan metabolisme membutuhkan tambahan oksigen. Jika kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi, terjadi hipoksia seluler (oksigen tidak adekuat). Hipoksia miokard mengakibatkan angina (nyeri dada). Hipoksia serebral mengakibatkan konfusi (Guyton, 2007).
a)      Penyebab Demam
        Demam yang berarti suhu tubuh di atas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengturan suhu. Beberapa penyebab demam meliputi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan keadaan lingkungan yang dapat berakhir dengan heatstroke
1)      Penyakit oleh bakteri dan virus
       Sebagian besar protein, hasil pemecahan protein, dan berapa zat tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan dari membran sel bakteri, dapat meningkatkan set-point pada termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti ini disebut pirogen. Pirogen yang dilepaskan dari bakteri toksik atau pirogenyang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit. Ketika set point di pusat pengaturan suhu hipotalamus menjadi lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh terlibat, termasuk penyimpanan panas dan peningkatan pembentukan panas.
         Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat di dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh darah. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 yang disebut juga leukosit pirogen, ke dalam cairan tubuh, saat mencapai hipotalamus, segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam. Beberapa percobaan teleh menunjukkan bahwa inteleukin-1 menyebabkan demam, pertama-tama dengan menginduksi salah satu pembentukan prostaglandin, terutama prostaglandi E2, atau zat yang mirip, dan selanjutnya bekerja di hipotalamusuntuk membangkitkan reaksi demam.
2)      Tumor otak
       Bila seorang ahli bedah otak melakukan operasi di daerah hipotalamus, demam yang berat hampir selalu terjadi. Hal tersebut memperlihatkan kemampuan mekanisme hipotalamus untuk pengaturan suhu tubuh dan mudahnya kelainan di hipotalamus dapat mengubah set-point pengaturan suhu. Keadaan yang sering menyebabkan suhu tinggi yang berkepanjangan adalah penekanan hipotalamus oleh tumor otak (Guyton ,2007).   
3)      Kedaan lingkungan
       Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengeluaran panas dan suhu tubuh akan naik (Potter,2005).
b)      Hipertermi
       Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas.
c)      Heatstroke
       Heatstroke adalah Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Tanda yang paling penting dari heatstroke adalah kulit yang hangat dan kering. Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu lebih besar dari 40,5oC mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh.
d)     Hipotermi
     Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermi.
(Potter, 2005)
e.                       e. Menurut Tamsuri Anas (2007), suhu tubuh dibagi menjadi :
1.      Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
2.      Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 – 37,5°C
3.      Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 – 40°C
4.      Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
f.                          f. Mekanisme Kehilangan Panas
1.      Radiasi
       Tubuh manusia menyebarkan gelombang panas kesegala penjuru. Gelombang panas juga di pancarkan dari dinding ruangan dan benda-benda lain ke tubuh. Bila suhu tubuh lebih bedar dari suhu lingkungan, jumlah panas yang lebih besar akan dipancarkan keluar dari tubuh daripada yang dipancarkan ke tubuh.
2.      Konduksi
       Hanya sejumlah kecil panas, yakni sekitar 3% yang bisa hilang dari tubuh melalui konduksi langsung dari permukaan tubuh ke benda-benda padat, seperti kursi atau tempat tidur.
3.      Konveksi
       Perpindahan panas dari tubuh melalui aliran udara konveksi secara umun disebut kehilangan pana melalui konveksi. Sejumlah kecil konveksi hampir selalu terjadi disekitar tubuh akibat kecenderungan udara disekitar kulit untuk naik sewaktu menjadi panas.
4.      Evaporasi
       Bila air berevaporasi dari permukaan tubuh, panas sebesar 0,58 kalori akan hilang untuk setiap satu gram air yang mengalami evaporasi. Bahkan bila orang tersebut tidak berkeringat, air masih berevaporaasi secara tidak kelihatan dari kulit dan paru dengan kecepatan sekitar 600 sampai 700 ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus-menerus dengan kecepatan 16 sampai 19 kalori per jam. Evaporasi melalui kulit dan paru yang tidak kelihatan ini tidak dapat dikendalikan untuk tujuan pengaturan suhu karena evaporasi tersebut dihasilkan dari difusi molekul air yang terus-menerus melalui permukaan kulit dan sistem pernapasan.
5.      Efek pakaian pada kehilangan panas
       Pakaian mengurung udara diantara kulit dan rajutan pakaian, sehingga meningkatkan ketebalan yang disebut zona pribadi dari udara yang berdekatan dengan kulit dan juga menurunkan aliran udara konveksi. Akibtnya kecepatan kehilangan panas dari tubuh melalui konduksi dan konveksi sangat menurun. Pakaian dengan bahan biasa menurunkan kecepatan kehilangan panas kira-kira setengah dari tubuh yang telanjang, sedamgkan pakaian kutub dapat menurunkan kecepatan kehilangan panas paling sedikit sampai seperenam kalinya.
(Guyton, 2007)
2.1.3    Imunisasi DPT Terhadap Peningkatan Suhu Tubuh
       DPT/DT merupakan vaksin yang mengandung tiga elemen yaitu toksoid corynebacterium diptheriae (difteri), bakteri bordetella pertusis, dan toksoid clostridium tetani (tetanus). Dari ketiga elemen tersebut yaitu  vaksin pertusis seluruh sel sering mengakibatkan reaksi lokal dan demam. vaksin ini mengandung seluruh bakteri pertusis yang dimatikan dengan bahan kimia atau panas (wahab, 2002).
   Sebagian besar protein, hasil pemecahan protein, dan berapa zat tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan dari membran sel bakteri, dapat meningkatkan set-point pada termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti ini disebut pirogen. Pirogen yang dilepaskan dari bakteri toksik atau pirogen yang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam. Ketika set point di pusat pengaturan suhu hipotalamus menjadi lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh terlibat, termasuk penyimpanan panas dan peningkatan pembentukan panas. Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat di dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh darah. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 yang disebut juga leukosit pirogen, ke dalam cairan tubuh, saat mencapai hipotalamus, segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam. inteleukin-1 menyebabkan demam, pertama-tama dengan menginduksi salah satu pembentukan prostaglandin, terutama prostaglandi E2, atau zat yang mirip, dan selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam (Guyton, 2007).
       Beberapa penyebab demam meliputi penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri, tumor otak, dan keadaan lingkungan yang dapat berakhir dengan heatstroke. Dalam penelitian ini yang di teliti hanya faktor infeksi oleh virus dan bakteri dimana prinsipnya sama dengan imunisasi. protein, hasil pemecahan protein, dan berapa zat tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan dari membran sel bakteri, dapat meningkatkan set-point pada termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti ini disebut pirogen. Pirogen yang dilepaskan dari bakteri toksik atau pirogen yang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam. Apabila bakteri bordetella pertusis, toxoid corynebacteriun diphtherie, toxoid clostridium tetani atau hasil pemecahan bakteri terdapat di dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh darah. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 yang disebut juga leukosit pirogen, ke dalam cairan tubuh, saat mencapai hipotalamus, segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam. Inteleukin-1 menyebabkan demam, pertama-tama dengan menginduksi salah satu pembentukan prostaglandin, terutama prostaglandi E2, atau zat yang mirip, dan selanjutnya bekerja di hipotalamusuntuk membangkitkan reaksi demam (Guyton, 2007).

2.2.2    Respon Imun Pada Infeksi Bakteri
Mekanisme pertahanan pada infeklsi bakteri tergantung pada struktur bakteri dan pada mekanisme patogenesitas bakteri tersebut. Sruktur bakteri ada empat macam yaitu dinding sel bakteri  gram positif, gram negatif, mikobakteri, dan spirokheta.Lapisan lipid ganda (lipid bilayer) terluar bakteri gram negatif rentan terhadap mekanisme yang dapat melisis membran seperti komplemen dan sel sitotoksik tertentu. Sedangkan pemusnahan bakteri lain seringkali menggunakan mekanisme fagositosis. Pada lapisan terluar bakteri sering terdapat fimbriae atau falgel, atau terlindungi dengan kapsul yang dapat menghambat fungsi fagosit atau komplemen, tetapi perlengkapan ini dapat menjadi sasaran antibodi.