BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
2.1.1
Pengertian
Imunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar
tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu
(Hidayat,2008).
Imunisasi adalah proses merangsang
sistem kekebalan dengan cara memasukkan (dengan disuntik atau diminumkan) virus
atau bakteri hidup yang dilemahkan, virus atau bakteri hidup yang dibunuh,
bagian-bagian tubuh dari bakteri atau virus atau racun dari bakteri yang sudah
dimodifikasi. Pada prinsipnya imunisasi merupakan pemberian virus dengan
memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan
kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan) (Marimbi,2010).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan
dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar
dari penyakit (Supartini,2004).
Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalu suntikan
(misalnya BCG, DPT, dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Hidayat,2008).
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang
melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus (Marimbi, 2010). DPT/DT
merupakan vaksin yang mengandung tiga elemen yaitu toksoid corynebacterium
diptheriae (difteri), bakteri bordetella pertusis, dan toksoid clostridium
tetani (tetanus).
1. Toksoid
difteri
Toksoid difteri adalah preparat toksin
difteri yang diinaktifkan pada formaldehid dan di absorbsi pada garam aluminium
untuk menaikkan antigenesitasnya. Toksoid ini melindungi tubuh terhadap kerja
toksin. Orang yang telah diimunisasi dapat terinfeksi strain difteri penghasil
toksin tanpa mengalami manifestasi difteri sistemik. Toksoid difteri hampir
selalu duberikan bersamaan dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis sebagai
bagian dari vaksin DPT pada seri imunisasi primer. Toksoid difteri juga
tersedia sebagai komponen dari vaksin kombinasi lain atau sebagai vaksin
monovalen. Vaksin DPT mengandung 10-20 lf toksoid difteri per dosis dengan
potensi toksoid difteri sekitar 30 IU per dosis. Vaksin kombinasi
difteri-tetanus ada dua sediaan, yaitu DT dengan 10-30 lf per dosis untuk anak
berumur 7 tahun atau kurangdan dT dengan kadar toksoid difteri yang lebih
rendah (2-5 lf per dosis) untuk anak lebih tua dan orang dewasa karena adanya
hipereaktivitas terhadap toksoid difteri pada orang-orang yang telah
tersensitisasi antigen. DT diberikan pada anak yang mempunyai kontraindikasi
terhadap vaksin pertusis, sedangkan dT digunakan di negara-negara yang
pemberian booster toksoid ini
direkomendasikan seumur hidup.
2. Toksoid
tetanus
Preparat toksin tetanus yang
diinaktifkan dengan formaldehid dan di absorbsi pada garam aluminium untuk
menaikkan antigenesitasnya. TT merangsang pembentukan antitoksin untuk
menetralkan toksin tetanus. Antitoksin yang melewati plasenta ke janin pasca
imunisasi aktif pada ibu dapat mencegah kejadian tetanus neonatorum.
3. Vaksin
pertusis
Vaksin pertusis ada dua
jenis yaitu :
a) Vaksin
seluruh sel
Vaksin seluruh sel adalah vaksin yang
mengandung seluruh bakteri pertusis yang dimatikan dengan bahan kimia atau
panas. Vaksin seluruh sel sering mengakibatkan reaksi lokal dan demam.
Kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi neurologis seperti ensefalopati, kejang
dan episode hipotonik hiporesponsif,
serta menangis dan menjerit berkepanjangan
lebih dari 3 jam.
b) vaksin
aseluler.
Vaksin aseluler mengandung protein
antigen pertusis murni yang diekstraksi dari bakteri. Biasanya vaksin ini
merupakan kombinasi dari antigen-antigen toksoid pertusis (toksin pertusis yang
telah rusak toksisitasnya), hemaglutinin filamentoosa, aglutinogen, dan protein
membran luar seperti fimbrie. Kejadian efek samping lokal maupun sistemik dua
sampai empat kali lebih jarang dengan vaksin aseluler ini bila dibandingkan
dengan vaksin pertusis seluruh sel. Keparahan efek samping juga jauh lebih
ringan dengan vaksin aseluler ini. Derajat proteksi vaksin aseluler dipengaruhi
oleh kombinasi antigen yang digunakan, vaksin dengan antigen multipel mempunyai
kemampuan proteksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan vaksin yang hanya
terdiri dari antigen hemaglutinin filamentosa.
(Wahab,2002)
b b.
Tujuan Imunisasi
1. Untuk
memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi
serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Marimbi, 2010).
2. Tujuan
imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan
akibat penyakit yang dapat dicegah denhan imunisasi (Hidayat, 2007)
3. Untuk
mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, ditempuh dengan cara
pemberian infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan
respon imun apabila terjangkit penyakit tersebut, anak tidak sakit karena tubuh
cepat membentuk antibodi dan mematikan atigen yang masuk tersebut (Muslihatun,
2010).
c. c. Peyakit
yang dapat dicegah dengan imunisai DPT
1. Difteri
Difteri ialah suatu
penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium
diptheriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas
dengan tanda khas berupa pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat
menimbulkan gejala umum dan lokal. Gejala demam tinggi, Pembengkakan pada
amandel (tonsil). Racun difteri dapat merusak otot jantung. Penularan umumnya
melalui udara (batuk/bersin) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang
terkontaminasi. Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi. Pemberian
imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif (Marimbi, 2010).
2. Pertusis
(Batuk rejan)
Batuk
rejan merupakan infeksi bakteri yang disebabka Bordetella pertusis. Penyakit
ini merupakan penyakit berbahaya pada bayi yang masih sangat kecil, dan sangat
mengganggu pada semua usia. Bayi yang menderita pertusis batuknya tidak
berbunyi keras, namun batuk terjadi proksimal dan berhubungan dengan muntah.
Spasme berat dapat menyebabkan ruptur kapiler atau hipoksia yang menimbulkan
kejang. Pada anak yang telah diimunisasi, penyakit ini cenderung ringan, tidak
ada bunyi batuk yang keras (Meadow, 2003).
Penyakit
pertusis atau dikenal dengan batuk seratus hari
gejalanya khas yaitu batuk yang terus-menerus dan sukar berhenti, muka
menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk
diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking. Pertusis
juga dapat menimbulkan komplikasi serius seperti pneumonia, kejang dan
kerusakan otak (Marimbi, 2010)
3. Tetanus
Penyakit
tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhu sistem
urat syaraf dan otot. Infeksi tetanus
disebabkan bakteri Clostridium Tetani yang memproduksi toksin tetanospasmin.
Tetanospasmin menempel di area sekitar luka dan dibawa darah ke sistem saraf
otak dan saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan urat saraf, terutama
saraf yang mengirim pesan ke otot. Neonatal tetanus umunya terjadi pada bayi
yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena
dilahirkan ditempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusat
terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkian kematian pada bayi dan banyak
terjadi dinegara berkembang.
Infeksi
tetanus terjadi karena luka terpotong, terbakar, aborsi, narkoba (misalnya
memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frostbite. Walaupun
luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali
orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat bakteri tetanus
berkembang biak.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam
waktu 3-14 hari dengan gejala mulai timbul di hari ketujuh. Gejala neonatal
tetanus mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus
berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan benar, penderita
tetanus dapat disembuhkan. Penyembuhan tetanus umumnya terjadi selama 4-6
minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai
bagian vaksinasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi tetanus
terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, dengan vaksin TT (Tetanus Toxoid).
Dianjurkan imunisasi tetanus setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Wanita
hamil sebaiknya mendapat imunisasi tetanus dan melahirkan di tempat bersih
dan steril.
(Marimbi, 2010)
d.
d. Jadwal Pemberian
Imunisasi DPT
Jadwal
pemberian imunisasi DPT adalah diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan, dengan
interval 4-6 minggu yaitu :
1. DPT-1
umur 2 bulan
2. DPT-2
umur 3 bulan
3. DPT-3
umur 4 bulan
4. DPT
ulangan (DPT-4) di berikan setelah 1 tahun dari DPT-3 yaitu umur 18-24 bulan.
5. DPT-5
diberikan pada saat anak masuk sekuolah (umur 5 tahun)
6. DT-6
diberikan pada saat anak berumur 12 tahun pada bulan imunisasi anak sekolah.
(Muslihatun,2010)
Diberikan
pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi
kecil (Marimbi, 2010)
e. e. Cara Pemberian dan
Sifat Vaksin DPT
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok
terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen (Depkes RI, 2005). Pemberian
dengan cara intra musculer 0,5 ml, suntikan diberikan pada paha tengah luar. Vaksin
DPT sensitif terhadap beku (freeze
sensitive) yaitu vaksin akan rusak bila terpapar atau terkena suhu dingin
atau suhu pembekuan (Iswandi,2008).
f. f.
Kontaindikasi Vaksin DPT
Kontraindikasi vaksin pertusis antara
lain riwayat analfilaksis dan ensefalopati sesudah pemberian vaksi pertusis
sebelumnya. Precaution, pada beberapa kasus, diantaranya riwayat hiperpireksia,
menangis terus menerus selama 3 jam dan kejang dalam 3 hari paska penyuntikan
pertusis sebelumnya. Riwayat kejang, reaksi KIPI, alergi vaksin pada keluarga
bukan merupakam kontraindikasi, tetapi harap dipertimbangkan keuntungan dan resiko pemberian vaksin
pertusis (Muslihatun, 2010).
Perhatian khusus demam > 40,5oC
dalam 48 jam pasca imunisasi DPT sebelumnya, yang tidak berhubungan dengan
penyebab lain, kolaps dan keadaan seperti syok dalam 48 jam pasca DPT
sebelumnya, kejang dalam 3 hari pasca DPT sebelumnya, menangis terus >
pasca DPT sebelumnya, sindrom Guillain-Barre dalam 6 minggu pasca vaksinasi
(Kepmenkes, 2005).
g.
g. Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI)
KIPI
adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan
setelah imunisasi.
Efek Samping
Imunisasi DPT yaitu :
1. Difteri
umumnya demam dalam dalam 24-48 jam, sakit, kemerahan dan bengkak pada daerah injeksi,
rewel, mengantuk, serta anoreksia.
2. Tetanus
sama seperti difteri ditambah urtikaria dan malaise, adanya benjolan pada
daerah injeksi.
3. Pertusis
sama seperti tetanus, namun dapat terjadi kehilangan kesadaran, kejang, demam
(suhu di atas 40oC) dan reaksi alergi sistemik.
(Wong, 2003)
Kebanyakan
bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT
(Marimbi, 2010).
Reaksi vaksin,
interval kejadian dan rasio KIPI :
1. Menangis
mejerit berkepanjangan > 3 jam (interval 0-24 jam, rasio 1000-6000/juta
dosis)
2. Kejang
demam (interval 0-3 hari, rasio 570/juta dosis)
3. Episode
hipotonik hiporesponsif (interval 0-24 jam, rasio 570/juta dosis)
4. Analfilaktik
(interval 0-4 jam, rasio 20/juta dosis)
5. Ensefalopati
(interval 0-3 hari, rasio 0-1/juta dosis)
(Kepmenkes,
2005)
h.
h. Penanganan Efek Samping
imunisasi DPT
1. Demam
dapat diatasi dengan obat penurun panas
2. Bila
ada reaksi berlebihan pasca imunisasi seperti demam >40oC,
kejang, syok imunisasi selanjutnya diganti dengan DpaT.
3. Memberi
ASI lebih banyak
4. Tidak memakai pakaian terlalu banyak.
5. Jika
demam tinggi setelah dua hari, segera bawa ke dokter
6. Mengompres
tempat suntikan
(Marimbi,2010).
i.
i. Sistem Kekebalan
Sistem kekebalan adalah suatu sistem
yang rumit dari interaksi sel dimana tujuan utamanya adalah mengenali adanya
antigen. Antigen dapat berupa virus atau bakteri yang hidup atau yang sudah
diinaktifkan. Perlindungan terhadap antigen oleh sistem kekebalan tubuh disebut
juga respon imun yaitu melalui produksi antibodi (imunoglobulin). Respon imun
yang palinh efektif dihasilkan dari antigen hidup, tetapi untuk menghasilkan
suatu respon imun tidak harus diperlukan suatu antigen yang hidup, seperti
infeksi alamiah, beberapa protein HbsAg dengan mudah dikenali oleh sistem
kekebalan. Perlindungan terhadap penyakit infeksi dihubungkan dengan suatu
kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif.
1) Kekebalan
pasif
Kekebalan pasif adalah perlindungan yang
diberikan oleh zat-zat yang dihasilkan hewan atau manusia yang diberikan kepada
orang lain, biasanya melalui suntikan.kekebalan pasif memberikan perlindungan
terhadap beberapa infeksi tetapi bersifat sementara. Kadar antibodi akan
berkurang setelah beberapa minggu atau bulan, dan penerima tidak lagi kebal
terhadap penyakit tersebut.
Bentuk
yang paling umum dari kekebalan pasif adalah bayi yang menerima kekebalan dari
ibunya. Antibodi ini akan melindungi bayi dari penyakit tertentu sampai bayi
berusia 1 bulan sampai 1 tahun. Perlindungan maternal ini lebih baik pada
penyakit campak, rubella, dan tetanus daripada terhadap polio dan pertusis.
2) Kekebalan
Aktif
Kekebalan aktif terjadi sebagai akibat
stimulasi sistem imunologi yang menghasilkan antigen spesifik humoral
(antibodi) dan kekebalan selular. Tidak seperti kekebalan pasif, kekebalan
aktif biasanya dapat bertahan untuk beberapa tahun dan sering sampai seumur
hidup.
Salah
satu cara untuk mendapatkan kekebalan aktif adalah bila seseorang menderita
suatu penyakit. Secara umum dapat dikatakan setelah seseorang sembuh dari suatu
penyakit mereka menjadi kebal terhadap penyakit tersebut sampai seumur hidup.
Perlindungan yang menetap untuk beberapa tahun sesudah infeksi dikenal sebagai
memori kekebalan. Setelah adanyapaparan antigen terhadap sistem kekebalan, sel
limfosi (sel limfosit B memori) beredar dalam darah dan juga menetap dalam
sum-sum tulang selama beberapa tahun. Apabila terpapar lagi dengan antigen yang
sama, maka sel itu akan memperbanyak diri dan menghasilkan antibodi dengan sangat cepat untuk memberikan perlindungan
terehadap penyakit tersebut.
Cara lain untuk menghasilkan kekebalan
aktif adalah melalui imunisasi. Vaksin akan berinteraksi dengan sistem
kekebalan untuk menghasilkan respon imun yang setara dengan yang dihasilkan
setelah seseorang menderita penyakit secara alami, tetapi tidak menyebabkan
orang tersebut sakit atau mengalami komplikasi. Vaksin menghasilkan memori
kekebalan yang sama apabila mendereita penyakit tersebut.
j. j.
Klasifikasi Vaksin
Terdapat
beberapa jenis vaksin yaitu :
1) Vaksin
live Attenuated
Vaksin
dibuat dengan memodifikasi virus atau bakteri penyakit di laboratorium. Virus
atau bakteri tersebut dari vaksin tersebut akan terus memperbanyak diri dan
menghasilkan kekebalan, namun tanpa menyebabkan orang tersebut sakit. Vaksin
hidup derivat dari virus liar (wild)
yang kemudian dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan cara kultur ulang.
Untuk
menghasilkan reaksi kekebalan, vaksin live
attenuated harus dapat berkembang biak dalam tubuh orang yang diimunisasi.
Dosis relatif kecil daripada virus atau bakteri yang diberikan, kemudian
berkembang biak di dalam tubuh sehingga cukup untuk merangsang suatu reaksi
kekebalan. Meskipun vaksin live
attenuated berkembang biak, mereka tidak menyebabkan penyakit seperti pada
virus atau bakteri liar. Reaksi yang disebabkan vaksin hidup dapat dikatakan
sama dengan yang ditimbulkanoleh infeksi alamiah. Sistem kekebalan tidak
membedakan infeksi yang berasal dari vaksin hidup atau dari virus liar.
Biasanya vaksin hidup cukup diberikan sebagai dosis tunggal (BCG).
Vaksin hidup dapat menimbulkan reaksi serius
dan fatal karena pertumbuhan yang tak terkendali dari virus vaksin.nIni hanya
terjadi pada orang dengan defisiensi imun seperti anak yang menderita leukemia,
pengobatan dengan obat tertentu (steroid jangka panjang, sitostatika) atau
infeksi HIV.
Vaksin
hidup yang ada sekarang berasal dari virus ialah campak, gondong (mumps), rubella, polio, yellow fever,
dan cacar air (varicella), vaksi
hidup yang berasal bakteri BCG.
2) Vaksin
inactived
Bisa
terdiri dari seluruh atau sebagian (fraction)
dari virus dan bakteri. Fraction
vaksin tersebut bisa berbasiskan protein atau polisakarida. Yang termasuk
vaksin berbasis protein adalah toxoid (toxin inactivated bacteri) dan subunit (subvirion product). Hampir seluruh
vaksin berbasis polisakarida terdiri dari dinding sel bakteri. Vaksin
polisakarida konjugasi adalah vaksin polisakarida yang secara kimiawi berkaitan
dengan protein, sehingga vaksin jadi lebih poten.
Vaksin
ini dihasilkan dengan menumbuhkan bakteri atau virus pada media kultur,
kemudian diinaktifkan dengan pemanasan atau secara kimiawi (pada umumnya dengan
formalin). Vaksin inactivated tidak
hidup dan tidak bisa berkembang biak. Vaksin inaktif selalu memerlukan dosis
ulang. Pada umunya dosis pertama tidak menghasilkan kekebalan, hanya rangsangan
pada sistem kekebalan. Perlindungan akan timbul setelah suntikan kedua dan
ketiga. Titer antibodi yang yang dihasilkan oleh vaksin inaktif akan berkurang
dengan berjalannya waktu. Sehingga untuk beberapa vaksin inaktif
diperlukan dosis tambahan (ulangan)
untuk menaikkan titer antibodi (booster).
Saat
ini vaksin inaktif utuh berasal dari sel virus utuh (influenza, polio,rabies, hepatitis A) dan bakteri inaktif utuh
(pertusis, typhoid, cholera, pes), vaksin inaktif fraksional subunit (hepatitis
B, influenza, acellular pertusis, typhoid injeksi), toxoid (difteri, tetanus),
polisakarida murni (pneumococcal, meningococcal, haemophilus influenza tipe B),
dan polisakarida konjugasi (haemophilus influenza tipe B dan pneumococcal).
Semakin
mirip suatu vaksin dengan sifat asli penyakitnya semakin baik respon imunologi
yang dihasilkan oleh vaksin tersebut.
3) Vaksin
Polisakarida
Vaksin
polisakarida merupakan vaksin inaktif yang unik, yang berasal dari molekul gula
yang melapisi dinding bakteri. Vaksin jenis ini tersedia untuk pneumococcus,
meningococcus, dan Hib. Antibodo yang ditimbulkan oleh vaksin polisakarida
secara fungsional kurang aktif dibandingkan dengan antigen yang berasal dari
protein.
Ini disebabkan karena
antibodi yang dihasilkan vaksin polisakaarida adalah IgM, sedangkan IgG sangat
kecil jumlahnya.
4) Vaksin
Rekombinan
Vaksin juga dapat dibuat dengan rekayasa
genetika, vaksin ini disebut juga vaksin rekombinan. Vaksinn rekayasa
rekombinan yang tersedia saat ini ada dua macam yaitu vaksin hepatitis B dan
vaksin typhoid hidup.
(Depkes RI, 2006)
2.1.2 Konsep Dasar Suhu Tubuh
a. .
a. Pengertian Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah perbedaan antara
jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang dihilangkan ke lingkungan
luar.
b. b.
Pengukuran Suhu Tubuh
1. Tempat
pengukuran suhu (oral, rektal, aksila, membran timpani, arteri pulmoner, atau
bahkan kandung kemih). Pengukuran suhu tubuh dilakukan untuk memperoleh suhu
inti jaringan tubuh rata-rata yang representatif. Suhu normal rata-rata
bervariasi bergantung lokasi pengukuran. Tempat yang menunjukkan suhu inti
(rektum, membran timpani, esofagus, arteri pulmoner, kandung kemih) merupakan
indikator suhu inti yang lebih dapat diandalkan daripada tempat yang suhu
permukaan (kulit, aksila, dan oral). Setiap tempat pengukuran tersebut memiliki
keuntungan dan kerugian.
2. Termometer
Tiga jenis termometer
yang digunakan untuk menentukan suhu tubuh yaitu air raksa kaca, elektronik dan
sekali pakai. Setiap alat pengukur suhu menggunakan derajat celsius atau skala
fanreinheit. Termometer elektronik membuat perawat dapat mengonversi skala
dengan mengaktifkan tombol.
(Potter,2005)
3. Cara
Mengukur Suhu
a) Suhu anus lebih tepat, dimana, lebih dekat ke suhu tubuh dalam
sebenarnya pada anak. Untuk mengukur suhu anus, sebuah termometer dengan
dilapisi jeli petroleum sekitar tonjolan harus dimasukkan pelan-pelan sekitar ½
sampai 1 inci (sekitar 1 ¼ sampai 2 ½ cm) ke dalam anus anak pada saat anak
tengkurap. Anak harus dijaga supaya diam. Termometer harus diletakkan di tempat
untuk 2 sampai 3 menit sebelum diangkat dan diambil untuk dibaca.
b) Suhu telinga diukur dengan alat digital yang menghitung radiasi
infra merah dari gendang telinga. Thermometer telinga tidak dapat dipercaya
pada bayi yang usianya di bawah 3 bulan. Untuk mengukur suhu telinga, seseorang
harus membuat tanda sekitar telinga terbuka dengan memeriksa termometer dan
menekan tombol start. Angka digital menunjukkan suhu.
c) Suhu mulut diukur dengan meletakkan sebuah kaca atau thermometer
digital di bawah lidah anak selama 2 sampai 3 menit. suhu mulut menghasilkan
hasil yang dapat dipercaya tetapi sulit dilakukan pada anak yang lebih kecil,
yang umumnya tidak dapat menjaga mulutnya tertutup rapat di sekitar thermometer
untuk mendapatkan hasil yang tepat.
d) Suhu ketiak diukur dengan meletakkan sebuah kaca atau thermometer
digital pada ketiak anak selama 4 sampai 5 menit. suhu ketiak setidaknya
sedikit akurat karena ketiak lebih dingin dibandingkan anus, telinga, atau
mulut.
c. c. Pengaturan
Suhu Tubuh
1. Hipotalamus
yang terletak antara himesfer serebral, mengontrol suhu tubuh sebagaimana kerja
termostat dalam rumah. Suhu yang nyaman adalah pada ‘set point’ dimana sistem
panas beroperasi. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh.
Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior
mengontrol produksi panas (Potter,2005). Pusat termoregulator hipotalamus
merupkan sekelompok sarafpada area preoptik dan hipotalamus posterior yang
berfungsi sebagai termostat. Termostat hipotalamus mempunyai semacam titik
kontrol yang disesuaikan untuk mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu tubuh turun
sampai di bawah atau naik sampai di atas titik ini, pusat akan memulai impuls
untuk menehan panas atau meningkatkan pengluaran panas (Sloane, 2003).
2. Termoreseptor
perifer yang terleta di dalam kulit, mendeteksi perubahan suhu kulit dan
membran mukosa tertentu serta mentransmisi informasi tersebut ke hipotalamus
(Sloane, 2003).
3. Termoreseptor
sentral yang terletak diantara hipotalamus anterior, medula spinalis, organ
abdomen, dan struktur internal lainnya juga mendeteksi perubahan suhu darah
(Sloane, 2003).
d. d.
Kelainan Pengaturan
Suhu Tubuh
Perubahan suhu di luar rentang normal
mempengaruhi set point hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan
produksi panas yang berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi
panas minimal.
1. Demam
Demam merupakan akibat kegagalan
mekanisme pengaturan suhu yang normal, mungkin akibat pengaruh antigen dari
leukosit pada mekanisme tersebur (Gibson, 2002). Demam atau febris adalah
keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan
bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap
invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host (Majiidsumardi, 2011).
Hiperpireksia atau demam terjadi karena
mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk mempertahankan kecepatan
pengeluaran kelebihan produksi panas, yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh
abnormal. Tingkat ketika demam mengancam kesehatan seringkali merupakan sumber
yang diperdebatkan di antara pemberi perawatan kesehatan. Demam biasanya tidak
berbahaya jika berada pada suhu di bawah 39oC. Demam sebenarnya
merupakan akibat dari perubahan set point hipotalamus. Pirogen seperti bakteri
dan virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut
masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen, mempengaruhi sistem
imun.
Selama demam, metabolisme meningkat dan
konsumsi oksigen bertambah. Metabolisme meningkat 7% untuk setiap derajat
kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh terhadap nutrien. Demam yang lama dapat melelahkan
klien dengan menghabiskan simpanan energi. Peningkatan metabolisme membutuhkan
tambahan oksigen. Jika kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi, terjadi hipoksia
seluler (oksigen tidak adekuat). Hipoksia miokard mengakibatkan angina (nyeri
dada). Hipoksia serebral mengakibatkan konfusi (Guyton, 2007).
a) Penyebab
Demam
Demam yang berarti suhu tubuh di atas
batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh
bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengturan suhu. Beberapa penyebab
demam meliputi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan keadaan
lingkungan yang dapat berakhir dengan heatstroke
1) Penyakit
oleh bakteri dan virus
Sebagian
besar protein, hasil pemecahan protein, dan berapa zat tertentu lainnya,
terutama toksin liposakarida yang dilepaskan dari membran sel bakteri, dapat
meningkatkan set-point pada termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek
seperti ini disebut pirogen. Pirogen yang dilepaskan dari bakteri toksik atau
pirogenyang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam
selama keadaan sakit. Ketika set point di pusat pengaturan suhu hipotalamus
menjadi lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh
terlibat, termasuk penyimpanan panas dan peningkatan pembentukan panas.
Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat di
dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh darah.
Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat
interleukin-1 yang disebut juga leukosit pirogen, ke dalam cairan tubuh, saat
mencapai hipotalamus, segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam.
Beberapa percobaan teleh menunjukkan bahwa inteleukin-1 menyebabkan demam,
pertama-tama dengan menginduksi salah satu pembentukan prostaglandin, terutama
prostaglandi E2, atau zat yang mirip, dan selanjutnya bekerja di
hipotalamusuntuk membangkitkan reaksi demam.
2) Tumor
otak
Bila seorang ahli bedah otak melakukan
operasi di daerah hipotalamus, demam yang berat hampir selalu terjadi. Hal
tersebut memperlihatkan kemampuan mekanisme hipotalamus untuk pengaturan suhu
tubuh dan mudahnya kelainan di hipotalamus dapat mengubah set-point pengaturan suhu. Keadaan yang sering menyebabkan suhu
tinggi yang berkepanjangan adalah penekanan hipotalamus oleh tumor otak (Guyton
,2007).
3) Kedaan
lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika
suhu dikaji dalam ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu
meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengeluaran panas dan suhu tubuh akan
naik (Potter,2005).
b)
Hipertermi
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh
sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas
atau menurunkan produksi panas Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus
dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas.
c) Heatstroke
Heatstroke
adalah Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu
tinggi mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Tanda yang paling penting dari
heatstroke adalah kulit yang hangat
dan kering. Penderita heatstroke
tidak berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi
hipotalamus. Heatstroke dengan suhu
lebih besar dari 40,5oC mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel
dari semua organ tubuh.
d)
Hipotermi
Pengeluaran panas akibat paparan
terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi
panas, mengakibatkan hipotermi.
(Potter,
2005)
e. e. Menurut Tamsuri Anas (2007),
suhu tubuh dibagi menjadi :
1.
Hipotermi, bila suhu tubuh kurang
dari 36°C
2.
Normal, bila suhu tubuh berkisar
antara 36 – 37,5°C
3.
Febris / pireksia, bila suhu tubuh
antara 37,5 – 40°C
4.
Hipertermi, bila suhu tubuh lebih
dari 40°C
f. f. Mekanisme
Kehilangan Panas
1. Radiasi
Tubuh manusia menyebarkan gelombang
panas kesegala penjuru. Gelombang panas juga di pancarkan dari dinding ruangan
dan benda-benda lain ke tubuh. Bila suhu tubuh lebih bedar dari suhu
lingkungan, jumlah panas yang lebih besar akan dipancarkan keluar dari tubuh
daripada yang dipancarkan ke tubuh.
2. Konduksi
Hanya sejumlah kecil panas, yakni
sekitar 3% yang bisa hilang dari tubuh melalui konduksi langsung dari permukaan
tubuh ke benda-benda padat, seperti kursi atau tempat tidur.
3. Konveksi
Perpindahan panas dari tubuh melalui
aliran udara konveksi secara umun disebut kehilangan pana melalui konveksi.
Sejumlah kecil konveksi hampir selalu terjadi disekitar tubuh akibat
kecenderungan udara disekitar kulit untuk naik sewaktu menjadi panas.
4. Evaporasi
Bila air berevaporasi dari permukaan
tubuh, panas sebesar 0,58 kalori akan hilang untuk setiap satu gram air yang mengalami
evaporasi. Bahkan bila orang tersebut tidak berkeringat, air masih
berevaporaasi secara tidak kelihatan dari kulit dan paru dengan kecepatan
sekitar 600 sampai 700 ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan panas
terus-menerus dengan kecepatan 16 sampai 19 kalori per jam. Evaporasi melalui
kulit dan paru yang tidak kelihatan ini tidak dapat dikendalikan untuk tujuan
pengaturan suhu karena evaporasi tersebut dihasilkan dari difusi molekul air
yang terus-menerus melalui permukaan kulit dan sistem pernapasan.
5. Efek
pakaian pada kehilangan panas
Pakaian mengurung udara diantara kulit
dan rajutan pakaian, sehingga meningkatkan ketebalan yang disebut zona pribadi
dari udara yang berdekatan dengan kulit dan juga menurunkan aliran udara
konveksi. Akibtnya kecepatan kehilangan panas dari tubuh melalui konduksi dan
konveksi sangat menurun. Pakaian dengan bahan biasa menurunkan kecepatan
kehilangan panas kira-kira setengah dari tubuh yang telanjang, sedamgkan
pakaian kutub dapat menurunkan kecepatan kehilangan panas paling sedikit sampai
seperenam kalinya.
(Guyton, 2007)
2.1.3 Imunisasi DPT Terhadap Peningkatan Suhu
Tubuh
DPT/DT merupakan vaksin yang mengandung
tiga elemen yaitu toksoid corynebacterium
diptheriae (difteri), bakteri
bordetella pertusis, dan toksoid
clostridium tetani (tetanus). Dari ketiga elemen tersebut yaitu vaksin pertusis seluruh sel sering mengakibatkan
reaksi lokal dan demam. vaksin ini mengandung seluruh bakteri pertusis yang
dimatikan dengan bahan kimia atau panas (wahab, 2002).
Sebagian besar protein, hasil pemecahan
protein, dan berapa zat tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang
dilepaskan dari membran sel bakteri, dapat meningkatkan set-point pada termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti
ini disebut pirogen. Pirogen yang dilepaskan dari bakteri toksik atau pirogen yang
dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam. Ketika set
point di pusat pengaturan suhu hipotalamus menjadi lebih tinggi dari normal,
semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh terlibat, termasuk penyimpanan
panas dan peningkatan pembentukan panas. Apabila bakteri atau hasil pemecahan
bakteri terdapat di dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan
difagositosis oleh darah. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan
bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 yang disebut juga leukosit pirogen, ke
dalam cairan tubuh, saat mencapai hipotalamus, segera mengaktifkan proses yang
menimbulkan demam. inteleukin-1 menyebabkan demam, pertama-tama dengan
menginduksi salah satu pembentukan prostaglandin, terutama prostaglandi E2,
atau zat yang mirip, dan selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan
reaksi demam (Guyton, 2007).
Beberapa penyebab demam meliputi
penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri, tumor otak, dan keadaan
lingkungan yang dapat berakhir dengan heatstroke.
Dalam penelitian ini yang di teliti hanya faktor infeksi oleh virus dan bakteri
dimana prinsipnya sama dengan imunisasi. protein, hasil pemecahan protein, dan
berapa zat tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan dari
membran sel bakteri, dapat meningkatkan set-point pada termostat hipotalamus.
Zat yang menimbulkan efek seperti ini disebut pirogen. Pirogen yang dilepaskan
dari bakteri toksik atau pirogen yang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh
dapat menyebabkan demam. Apabila bakteri bordetella
pertusis, toxoid corynebacteriun
diphtherie, toxoid clostridium tetani atau hasil pemecahan bakteri terdapat
di dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh darah.
Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat
interleukin-1 yang disebut juga leukosit pirogen, ke dalam cairan tubuh, saat
mencapai hipotalamus, segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam. Inteleukin-1
menyebabkan demam, pertama-tama dengan menginduksi salah satu pembentukan
prostaglandin, terutama prostaglandi E2, atau zat yang mirip, dan
selanjutnya bekerja di hipotalamusuntuk membangkitkan reaksi demam (Guyton, 2007).
2.2.2 Respon Imun Pada Infeksi Bakteri
Mekanisme pertahanan pada infeklsi
bakteri tergantung pada struktur bakteri dan pada mekanisme patogenesitas
bakteri tersebut. Sruktur bakteri ada empat macam yaitu dinding sel
bakteri gram positif, gram negatif,
mikobakteri, dan spirokheta.Lapisan lipid ganda (lipid bilayer) terluar bakteri
gram negatif rentan terhadap mekanisme yang dapat melisis membran seperti
komplemen dan sel sitotoksik tertentu. Sedangkan pemusnahan bakteri lain
seringkali menggunakan mekanisme fagositosis. Pada lapisan terluar bakteri
sering terdapat fimbriae atau falgel, atau terlindungi dengan kapsul yang dapat
menghambat fungsi fagosit atau komplemen, tetapi perlengkapan ini dapat menjadi
sasaran antibodi.
Best Casinos in Columbus, OH | MapyRO
BalasHapusBest Casino in Columbus, OH. Find the best Casino in Columbus, OH. MapyRO brings you 강릉 출장안마 the 밀양 출장샵 best in live table 당진 출장안마 games and entertainment with a variety 전주 출장안마 of table 제주도 출장마사지